Mengembalikan Nyala Api Idealisme


"Idealisme adalah kemewahan terakhir yang dimiliki oleh pemuda"

(Kolom ini terbit di harian Kanal Berita)

Berdasarkan tafsir dari buku Madilog dan Naar de Republiek Indonesia, Tan Malaka menggambarkan bahwa seorang pemuda memiliki idealisme yang kuat dan mengakar. Idealisme tersebut merujuk pada kemampuan berpikir secara independen, berdasarkan akal sehat, tanpa dipengaruhi intervensi oleh siapapun. Maka benar tan Malaka dalam sabdanya, Idealisme adalah kemewahan terakhir yang dimiliki oleh pemuda.

Sepanjang jalannya sejarah, pemuda selalu menjadi motor penggerak perubahan bangsa. Mulai dari zaman pra kemerdekaan hingga zaman Reformasi. Di zaman pra kemerdekaan, para pemuda menginisiasi gerakan menculik Bung Karno & Bung Hatta agar tidak dipengaruhi oleh pihak luar. Awalnya, golongan tua tidak mau melaksanakan proklamasi secara cepat, karena menunggu kabar resmi dari Jepang. Namun, semangat pemuda yang haus akan kemerdekaan menjadi dorongan yang tidak dapat dihindarkan. Hal ini akhirnya terwujud dengan pembacaan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945.

Peristiwa gerakan pemuda berikutnya yang dicatat oleh tinta emas sejarah adalah peristiwa sumpah pemuda. Gerakan yang terjadi jauh sebelum kemerdekaan bangsa Indonesia. Sumpah pemuda melahirkan tiga komitmen besar pemuda untuk menjadi garda terdepan membela tanah air. Kami putra dan putri Indonesia mengaku bertumpah darah yang satu, tanah air Indonesia. Kami putra dan putri Indonesia mengaku berbangsa yang satu, bangsa Indonesia. Kami putra Kami putra dan putri Indonesia menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia. Tiga frasa dalam sumpah pemuda, menunjukkan komitmen pemuda untuk terus menjadi sumbu utama menyalakan api Nasionalisme.

Berikutnya, gerakan pemuda yang sangat fenomenal terjadi pada tahun 1998. Saat itu pemuda khususnya mahasiswa dari seluruh tanah air mempunyai pandangan yang sama, nilai perjuangan yang sama dan gerakan yang sama. Yaitu, tumbangkan rezim Orde Baru. Kita tau, rezim Soeharto sangat terkenal dengan karakter kepimpinannya yang otoriter. Sipil tidak diberikan ruang untuk bersuara. Media kritis dibredel. Suara oposisi dibungkam. Mahasiswa, dengan semangatnya, bergerak untuk berdemonstrasi. Puncaknya, mahasiswa dari seluruh Indonesia berhasil menduduki Gedung Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), menandakan keberhasilan mereka menyuarakan aspirasi rakyat untuk reformasi menuju pemerintahan yang lebih baik.

Dari semua peristiwa yang diuraikan diatas, jika dikristalisasi menjadi satu nilai, maka kita bersepakat nilai yang diwariskan oleh aktivis pemuda zaman pra kemerdekaan dan Reformasi adalah nilai idealisme.

Idealisme & Pragmatisme

Menjadi pertanyaan besar, apakah aktivis pemuda saat ini mengimplementasikan nilai idealisme yang diwariskan aktivis pemuda zaman pra kemerdekaan dan Reformasi khususnya dalam praktik organisasi? Jika kita jernih melihatnya, saat ini aktivis pemuda terjebak dalam dilema berkepanjangan. Tentu dilema ini tidak lahir dari ruang yang hampa. Ada musabab kenapa kemudian peran pemuda kini tak banyak memberikan dampak signifikan dalam panggung besar sejarah nasional. Dilema yang saya maksud adalah penyakit pragmatisme yang mulai menyebar pada tubuh gerakan pemuda & mahasiswa.

Fenomenanya, saat ini ruang-ruang aktivisme pemuda --dengan tidak ingin memukul rata-- menjadikan organisasi sebagai sarana praktis untuk memperoleh jabatan & keuntungan materi yang lebih besar. Selain itu, inkonsistensi dalam mengawal isu-isu penting menggambarkan pola gerakan aktivisme pemuda saat ini. Kehilangan semangat perjuangan, tergantikan untuk memenuhi internal golongan. Terjebak dalam kebingungan, antara membela kepentingan internal atau menyuarakan kepentingan rakyat. Nilai-nilai idealisme yang tertulis rapi di buku-buku kaderisasi organisasi, kini seolah menjadi tumpukan kalimat yang hanya indah di atas kertas. Dalam praktiknya, aktivitasme pemuda bergerak dalam "buku panduan pragmatisme"

Kita liat saja, isu nasional yang belakangan menyita perhatian rakyat yaitu adanya aktivitas pertambangan di Raja Ampat yang mengancam merusak ekosistem lingkungan dan dampak kesehatan serius yang akan dihadapi oleh rakyat sekitar.

Kita liat, terpolarisasinya organisasi pemuda mengawal isu ini. Ada yang menyuarakan setengah hati bahkan ada yang tidak bersuara sama sekali. Isu lingkungan yang diuraikan diatas, baru satu contoh kasus isu yang tidak dikawal dengan satu suara. Isu lainnya, bisa kita diskusikan di ruang-ruang diskusi dan di seri tulisan yang lebih serius.

Menyalakan Kembali Api Idealisme

Tidak ada kata lain, obat penawar satu-satunya adalah menyalakan kembali api idealisme. Langkah ini bisa dimulai dari diri sendiri kemudian menularkan kepada organisasi. Mengenyampingkan kepentingan sesaat demi kemaslahatan rakyat banyak. Karena untuk mencapai Indonesia emas 2045, pra syarat utama adalah idealisme. Karena negeri ini didirikan oleh pejuang kemerdekaan dengan idealisme yang menyala-nyala. Boleh berkompromi asal tetap menomorsatukan aspirasi sejati. Saya ingin menutup tulisan ini dengan pesan mohammad Hatta "Cinta akan kebenaran dan berani mengatakan salah. Jangan pernah kalian menjadi bagian dari mereka yang gemar untuk mengambil hati juragan. Yang nyata buruk dikatakan bagus, yang nyata salah dikatakan benar" pesan Bung Hatta ini selayaknya dijiwai dan dijadikan alarm pengingat aktivis pemuda untuk mengembalikan nyala api Idealisme. []

Komentar

Postingan Populer