Peran Generasi Milenial Dalam Mengcounter Berita Hoax di Tahun Politik

(Karya Tulis ini di ikutsertakan dalam lomba Esai antar Prodi KPI Se-Jawa Bali)

Genderang politik nasional kembali bergema. 2019 ibarat tahun penentuan takdir arah gerak bangsa selama 5 tahun kedepan. Berbagai macam cara di lakukan, baik dari paslon maupun tim kampanye untuk merebut hati masyarakat. Indonesia sebagai negara yang meninggikan kultur demokrasi mau tak mau harus mengerahkan energinya demi kelancaran dan berupaya menumbuhkan citra positif pesta demokrasi. Kontestasi pemilihan kepala daerah (PILKADA), pemilu legislatif maupun pemilu Presiden yang sudah di mulai sejak 2015 dalam lembaran sejarahnya memang mampu menyedot perhatian berjuta-juta jiwa masyarakat Indonesia. terlebih kontestasi pilpres yang kerap dibumbui perang dingin antar kubu.

Fenomena yang perlu mendapat catatan kritis di tengah panasnya kontestasi pemilu serentak tahun ini adalah adalah mencuatnya berita bohong ataupun hoax yang diproduksi, direproduksi didistribusikan dan dikonsumi secara massif melalui lini media sosial. Kata hoax jika ditelurusi pertama kali populer digunakan oleh para pesulap yakni “Hocus Pocus”. istilah hocus pocus sendiri pertama kali muncul awal abad ke-17. Kata tersebut diambil dari nama pesulap yang kerap menyebut sendiri namanya dengan julukan “The king majestis most excellent hocus pocus” karena dalam setiap penampilannya menggunakan beragam trik sulap, dia selalu melafalkan ucapan atau mantra “Hocus pocus, tontus taluntus, vade celeriter jubeo” pesulap yang terkenal berikutnya menggunakan frase “Hax pax max dues adimax”.

Frasa yang digunakan para pesulap diatas sesungguhnya tiruan dari frasa yang digunakan oleh para imam dari Gereja Roma dalam prosesi transsubtansiasi “Hoc ex corpus” (www.hoaxes,org) menurut Richard A. Nicholas (2005) transsubtansiasi dalam bahasa Inggris transsubtantion, Bahasa latin transsubstantiatio, adalah perubahan dimana menurut ajaran agama Katholik, roti dan anggur yang digunakan dalam Sakramen Ekaristi, bukan hanya sebuah tanda ataupun simbol, tetapi juga merupakan tubuh dan darah Yesus Kristus.

Penyebab massifnya berita hoax beredar adalah perkembangan teknologi informasi kian pesat. Salah satunya perangkat teknologi smartphone. Mulai dari masyarakat wong cilik sampai masyarakat menengah ke atas, smartphone hari ini seolah menjadi kebutuhan pimer masyarakat. Maka tak bisa di pungkiri, proses penyebaran berita hoax relatif semakin mudah.

Kementrian informasi dan komunikasi (MENKOMINFO) mencatat pengguna media sosial dan internet di Indonesia telah mencapai kisaran sekitar 132,7 juta orang. Jumlah yang cukup fantastis. Tidak hanya itu, menkominfo juga merilis, bahwasanya ada sekitar 800.000 situs di Indonesia yang terindikasi sebagai situs penyebar berita bohong.

Angka-angka diatas menunjukkan betapa berita hoax akan mudah tersebar, selain karena pengguna media sosial sangat tinggi terlebih karena di tahun politik. Masalah di atas memerlukan formula yang tepat. Untuk bisa menjawab persoalan tersebut, mengoptimalkan peran generasi milenial sebagai tonggak perubahan bisa menjadi rumusan formula yang tepat.

GENERASI MILENIAL

Generasi milenial atau generasi Y juga akrab dengan sebutan generation me atau echo boomers adalah generasi para pakar menggolongkannya berdasarkan tahun awal dan akhir. Penggolongan generasi Y terbentuk bagi mereka yang lahir dari tahun 1980-2000 dan seterusnya.

Generasi milenial merupakan generasi yang sangat akrab dan mahir dalam teknologi. Dengan kemampuaanya mengopersasikan teknologi dan sarana yang ada, generasi ini mempunyai peluang yang cukup besar untuk lebih maju dari generasi lainnya. Di tahun 2020, generasi milenial berada pada rentang usia 20 tahun hingga 40 tahun. Usia tersebut adalah usia produktif mengingat generasi milenial atau pemuda merupakan aset bangsa. Menurut badan pusat statistik (BPS), jumlah penduduk Indonesia usia 20 hingga 40 tahun di tahun 2020 diprediksi berjumlah 83 juta jiwa atau 34% dari total penduduk Indonesia yang mencapai 271 juta jiwa.

Melihat generasi milenial yang jumlahnya melebihi generasi lainnya, mengoptimalkan peran generasi milenial untuk ikut serta turun gelanggang mengconter berita hoax di tahun politik merupakan suatu gagasan yang patut diperhitungkan.

GENERASI MILENIAL, AGENT OF CHANGE

“Berikan aku 1000 orang tua maka akan kucabut semeru dari akarnya. berikan aku 10 pemuda maka akan kugoncangkan dunia.” Begitulah potongan pidato Soekarno yang mampu menyulut api semangat. Potret pemuda di mata soekarno adalah Agent Of Change. Di pundaknya nasib bangsa dipertaruhkan. Semangatnya yang menggebu-gebu adalah modal terbesar untuk mewujudkan bangsa yang berintegritas tinggi. Dikatakan Agent Of Change jika gerakannya serta gagasannya mampu memberikan dampak perubahan besar ditengah masyarakat. Mengutip karya tulis akhir mahasiswa, skripsi dengan judul peran pemuda sebagai Agent Of Change dalam film “Alangkah lucunya negeri ini”, bahwasanya Agent Of Change memiliki beberapa indikator

Pertama jiwa, mentalitas dan pikiran yang positif. Seorang pemuda ataupun generasi milenial haruslah mempunyai nalar pandangan terhadap lingkungannya dalam hal yang positif. Untuk menjadi Agent Of Change haruslah mempunyai indikator seperti itu. Tidak semua yang sehat jiwa, mentalitas dan pikiran menjadi Agent Of Change. namun, untuk menuju pada tujuan tersebut harus memiliki jiwa, mentalitas dan pikiran yang positif.

Kedua, selalu mempunyai aspirasi sendiri. Hal yang juga harus dimiliki Agent Of Change dia adalah seniman sosial yang mampu merubah keadaan lingkungan sekitar dengan ide dan gagasan kreatifnya. Seorang pemuda atau generasi milenial harus kreatif untuk mendapatkan tempat dan dapat diterima dalam lingkungan masyarakat yang plural dengan ide barunya yang mungkin tidak jarang mendapatkan penolakan.

Ketiga, Agent Of Change adalah pemuda elite. Elit dalam hal ini bukanlah orang mempunyai kekaayaan berlebih dengan hartanya. Namun adalah insan yang kaya dengan ilmu pengetahuan. Komunintas anak muda ataupun organisasi mahasiswa adalah wadah yang paling mungkin bisa berperan mengatasi persoalan massifnya berita hoax tersebar baik di media sosial maupun media massa. Selain karena ‘gudang’nya anak muda terlebih karena solidaritas komunitas ataupun organisasi begitu tinggi, sehingga sangat membantu gagasan gerakan mengcounter berita hoax di tahun politik.

Halaqoh BEM Pesantren se-Indonesia sebagai wadah organisasi yang menampung BEM yang berbasis pesantren seluruh Indonesia, misalnya, dalam bingkai acara musyawarah kerja nasional (MUKERNAS) di STAI Al-Qodiri Jember, beberapa waktu lalu, tepatnya pada tanggal 29 November 2018 mendeklarasikan pemilu damai dan menolak berita hoax. Deklarasi ini bekerja sama dengan berbagai pihak, baik dari barisan ulama, pemerintah dan pihak kepolisian. Tentunya, deklarasi tersebut tidak berhenti begitu saja, melainkan ada langkah konkrit dari berbagai BEM kampus yaitu mensosialisasikan dan mengajarkan kepada masyarakat betapa bahayanya berita hoax.

Deklarasi tersebut merupakan gagasan real generasi milenial memerangi berita hoax di tahun politik. Halaqoh BEM Pesantren sudah mentransformasikan indikator Agent Of Change dari kerangka teoritis ke wilayah praksis. Ini benar-benar potret betapa generasi milenial peduli terhadap berita hoax yang mengancam keharmonisan berbangsa dan bernegara. Sebuah kegiatan yang memberikan aura positif generasi milenial Indonesia.

GENERASI MILENIAL, HARAPAN BANGSA

Gagasan generasi milenial harus mendapatkan tempat di tengah massif gelombang berita hoax. Mengcounter berita hoax ditahun politik tidak berhenti dideklarasi saja. Melainkan harus dikembangkan ke ranah yang lebih luas. misalnya, (1) Generasi milenial sebagai generasi yang mahir dalam teknologi harusnya menjadi uswah kepada generasi lainnya agar tidak mudah mempercayai suatu berita. Mengajarkan pentingnya memverifikasi berita, baik dari data, maupun sumber berita.

Dan (2) Mengadakan event anti hoax untuk segmen generasi milenial, bekerjasama dengan berbagai pihak. Seperti dengan pemerintah dan lain-lain. Deklarasi pemilu damai dan menolak hoax yang di selenggarakan halaqoh BEM Pesantren se-Indonesia merupakan contoh konkrit kegiatan mengcounter berita hoax.

Sampai disini, bangsa menjadi paham, bahwasanya generasi milenial adalah harapan bangsa. Di pundaknya nasib bangsa dipertaruhkan terkhusus membendung berita hoax. sebab, bangsa sedang tidak baik-baik saja.

Daftar Pustaka

Heryanto, Gun Gun, dkk. 2017. Melawan Hoax di Media Sosial dan Media Massa. Yogyakarta: Trust Media.

chandra, basuki. peran pemuda sebagai agent of change dalam film ‘alangkah lucunya negeri ini’ UIN SUKA Yogyakarta.

Sumber Internet

https://kominfo.go.id/
https://www.kominfo.go.id/
https://bps.go.id/

Komentar

Postingan Populer