Antara Hidup di Kota dan di Desa
Ada video monolog yang cukup menarik ditayangkan oleh akun @SabdaPerubahan. Dalam video monolog tersebut diuraikan bagaimana kehidupan kota yang individualis, kehidupan yang terburu-buru, polusi, kemacetan jalan yang parah. Ditambah Sederet beban sosial lainnya. Dalam keterangannya, data statistik menunjukkan masyarakat Ibukota Jakarta menghabiskan waktunya di jalan 3.6 Juta jam. Hal ini menandakan arus transmigrasi yang sulit dibendung mengakibatkan penduduk bertumpuk dalam satu daerah tertentu. Wabilkhusus di Jakarta.
Ada ungkapan menarik, "Ibu kota lebih kejam dari ibu tiri." Ungkapan tersebut terdengar menggelitik dan satire menggambarkan kondisi kehidupan sosial di Jakarta. Kehidupan Jakarta yang sangat individualis, kompetitif mensyaratkan kepada warganya untuk selalu bergerak dinamis untuk tetap bisa eksis hidup sebagai warga metropolit. Kata orang, Jakarta itu keras. Ungkapan tersebut memang benar adanya. Yang diam akan tertindas, yang bergerak akan eksis. Begitu kira-kira saya menggambarkan kehidupan ibu kota.
Menariknya, penduduk di desa seperti berlomba-lomba hijrah dan esksodus ke kota-kota besar. Tentu hijrahya masyarakat desa ke kota dengan skala besar ada faktor-faktor tertentu. Akses untuk mendapatkan pekerjaan dan tidak meratanya lapangan pekerjaan merupakan faktor utama masyarakat desa memilih hijrah ke kota. Contoh kasus misalnya, masyarakat Sumenep Madura. Kampung halaman saya. Sebenarnya, pulau Madura mempunyai potensi SDA yang luar biasa. Mulai dari pariwisata, tembakau, garam dan produk pertanian yang mempunyai high quality. Fakta sosiologisnya menjelaskan, pulau Madura belum banyak mempunyai SDM yang berkualitas yang bisa mengelola potensi kekayaan SDA tersebut. Sehingga, mindset masyarakat Madura eksodus ke kota-kota besar merupakan bagian dari solusi untuk mengakses kehidupan yang lebih layak.
Tentu kita berharap, pemerintah daerah maupun pemerintah provinsi memberikan perhatian lebih agar di Madura dan daerah-daerah lain yang belum merata pembangunan daerahnya untuk melakukan akselerasi pembangunan lapangan pekerjaan yang relevan dengan pembangunan daerah dan pembangunan SDM. Meminjam kalimat Bung Hatta, "Indonesia tidak akan bercahaya karena obor di Jakarta, tapi akan bercahaya karena lilin-lilin di desa." Selamat istirahat []
Komentar
Posting Komentar