PERBEDAAN
@JundyN
Ketika saya masih berusia belasan tahun. Seringkali, saya menganggap perbedaan dapat memantik api permusuhan. Bagaimana tidak, ketika saya duduk di bangku SLTP, suatu waktu, saya mendebat teman sebangku tentang hukum qunut Shubuh. Qunut Shubuh menurut argumen saya pada waktu itu, hukumnya adalah bid'ah. Teman saya menyangkalnya, bahwa qunut adalah bid'ah hasanah, yang artinya bid'ah yang baik. Saya berusaha menolak sekeras mungkin, begitupun sebaliknya.
Perdebatan berjalan alot, tidak menemukan titik tengah sedikitpun. Akhirnya, esok hari dan beberapa hari setelahnya, kami berdua tidak saling tegur sapa. Kalo diingat-ingat masa itu, saya bersama sebangku duduk tadi, saling menertawakan diri sendiri. Ilmu belum seberapa, ilmu agama masih minim lalu mendebat masalah fiqh. Haha. Sungguh menggelikan jika dikenang.
Setelah menamatkan pendidikan SLTP, Saya memilih pesantren sebagai tempat belajar. Cakrawala pengetahuan tentang perbedaan semakin bertambah. Saya dipertemukan dengan teman-teman dari seluruh Nusantara. Saifir Rohman, asal Situbondo adalah teman karib yang begitu piawai dalam menulis puisi. Seringkali, saya berdecak kagum membaca puisi yang ditulisnya. Pemikiran dalam ranah keagamaan pun patut diperhitungkan. Acap kali saya berdiskusi masalah krusial perihal keagamaan dengannya. Imam As-Sodiq, asal Palembang teman karib yang begitu saya kagumi. Ranah keilmuan apapun hampir semua ia kuasai. Termasuk dalam menulis. Saya merasakan getaran persahaban yang begitu kuat pada waktu itu. Terkhusus ketika ia menahkodai buletin 'Senja'. Aminullah, asal surabaya. Dengan sikap introvertnya. Di sisi lain, ia termasuk anak yang berprestasi dalam satu angkatan. Begitupun teman-teman yang lain, yang tidak saya sebutkan.
*****
Saya berkesimpulan, bahwasanya perbedaan mempunyai tempatnya masing-masing. Mengutip istilah ilmu Balaghah, _likulli maqamin, maqolun._ bahwasanya, perbedaan mempunyai kelebihannya masing-masing.
Perbedaan adalah rahmat, begitu pernyataan _qoul_ _ikhtilafu fi ummati rahmat._ Perbedaan menjadi Indah, jika dibingkai dengan persahabatan, saling welas asih, menhargai pendapat dst. Bisa dibayangkan kalau pelangi hanya satu warna, sungguh tidak menarik bukan?. []
@JundyN
Ketika saya masih berusia belasan tahun. Seringkali, saya menganggap perbedaan dapat memantik api permusuhan. Bagaimana tidak, ketika saya duduk di bangku SLTP, suatu waktu, saya mendebat teman sebangku tentang hukum qunut Shubuh. Qunut Shubuh menurut argumen saya pada waktu itu, hukumnya adalah bid'ah. Teman saya menyangkalnya, bahwa qunut adalah bid'ah hasanah, yang artinya bid'ah yang baik. Saya berusaha menolak sekeras mungkin, begitupun sebaliknya.
Perdebatan berjalan alot, tidak menemukan titik tengah sedikitpun. Akhirnya, esok hari dan beberapa hari setelahnya, kami berdua tidak saling tegur sapa. Kalo diingat-ingat masa itu, saya bersama sebangku duduk tadi, saling menertawakan diri sendiri. Ilmu belum seberapa, ilmu agama masih minim lalu mendebat masalah fiqh. Haha. Sungguh menggelikan jika dikenang.
Setelah menamatkan pendidikan SLTP, Saya memilih pesantren sebagai tempat belajar. Cakrawala pengetahuan tentang perbedaan semakin bertambah. Saya dipertemukan dengan teman-teman dari seluruh Nusantara. Saifir Rohman, asal Situbondo adalah teman karib yang begitu piawai dalam menulis puisi. Seringkali, saya berdecak kagum membaca puisi yang ditulisnya. Pemikiran dalam ranah keagamaan pun patut diperhitungkan. Acap kali saya berdiskusi masalah krusial perihal keagamaan dengannya. Imam As-Sodiq, asal Palembang teman karib yang begitu saya kagumi. Ranah keilmuan apapun hampir semua ia kuasai. Termasuk dalam menulis. Saya merasakan getaran persahaban yang begitu kuat pada waktu itu. Terkhusus ketika ia menahkodai buletin 'Senja'. Aminullah, asal surabaya. Dengan sikap introvertnya. Di sisi lain, ia termasuk anak yang berprestasi dalam satu angkatan. Begitupun teman-teman yang lain, yang tidak saya sebutkan.
*****
Saya berkesimpulan, bahwasanya perbedaan mempunyai tempatnya masing-masing. Mengutip istilah ilmu Balaghah, _likulli maqamin, maqolun._ bahwasanya, perbedaan mempunyai kelebihannya masing-masing.
Perbedaan adalah rahmat, begitu pernyataan _qoul_ _ikhtilafu fi ummati rahmat._ Perbedaan menjadi Indah, jika dibingkai dengan persahabatan, saling welas asih, menhargai pendapat dst. Bisa dibayangkan kalau pelangi hanya satu warna, sungguh tidak menarik bukan?. []
Komentar
Posting Komentar